Jumat, 30 Mei 2014

Arsitektur Selaku Cermin Sikap Hidup

WASTU CITRA
Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur
Sendi-Sendi Filsafatnya Beserta
Contoh-Contoh Praktis
oleh Y. B. Mangunwijaya

BAB 6
Arsitektur Selaku Cermin Sikap Hidup


6.1
Masyarakat kuno dalam membuat bangunan tidaklah hanya sekedar mempertimbangkan hal-hal mistis ataupun gaib dalam perancangan arsitektur mereka, namun dapat dilihat bahwa mereka juga mempertimbangkan dalam segi konstruksi maupun masalah-masalah dalam permukiman. Salah satu contoh adalah tata bangunan rumah tradisional Jawa Tengah, tata ruangnya adalah perpaduan antara hal-hal logis dengan hal-hal mistis/ religius.

Gambar 1 - Masjid Agung Yogyakarta
Gambar 1 - Struktur kompleks Masjid Agung Yogyakarta ini masih memperlihatkan prinsip-prinsip rumah tinggal Jawa tradisional : pelataran dengan pagar bumi. Tamu masuk melalui pintu gerbang (regol), lalu sampai di bangsal tunggu (pendapa), tempat tamu luar dapat berkomunikasi dengan orang dalam. Barulah kita masuk ke dalam bangunan paling keramat (dalem). Atap susun tiga menunjukkan predikat keramat bagi bangunan, dan masih mengandung makna tribuwana dalam filsafat Jawa-Hindu. Untuk rumah tinggal biasanya pendapa sebagai tempat komunikasi luar-dalam berbentuk joglo, yang lebih rendah tingkat keramatannya, tetapi agung wujudnya. Antara pendapa dan dalem terletak "garis" pringgitan (tempat ringgit = wayang) atau seketeng, pemisah transparan antara dua dunia profan dengan alam sakral.

Susunan rumah tradisional Jawa terbagi dalam dua komponen, yaitu yang bersifat keramat/ intim disebut DALEM (dalam) atau PETANEN (tempat Sang Tani) dan bagian luar tempat bergaul dengan masyarakat disebut PELATARAN atau NJABA (halaman luar). Halaman luar digunakan untuk bersosialisasi dengan masyarakat, masyarakat pun boleh memasuki wilayah tersebut tanpa permisi, dapat digunakan untuk bermain anak-anak, perjamuan, dll. Di halaman tersebut dibangun PENDOPO (bangunan tambahan) yang digunakan tuan rumah untuk bertemu dengan tamu-tamunya dan digunakan untuk pesta.

Tempat tinggal yang sesungguhnya adalah DALEM atau PETANEN (rumah Sang Tani). Sang Tani adalah para dewata (Dewi Sri). Di dalam DALEM disimpan pusaka yang bermakna gaib dan juga padi hasil panen pertama. Di area ini tempat diadakan upacara adat dan agama seperti khitan, perkawinan, dll.

Di dalam DALEM terdapat SENTHONG TENGAH (kamar tengah), kamar yang lengkap dengan ranjang dan bantal namun selalu kosong. Kamar malam pertama mempelai baru yang merupakan simbolis penyatuan Dewa Kamajaya dengan Dewi Kama Ratih , mereka adalah dewa dewi cinta asmara perkawinan.
Manusia penghuni rumah tidak tinggal di dalam DALEM, melainkan di tepi bangunan yang ditutup seadanya yang disebut GANDOK (tambahan, tempat menumpang)

Oleh karena itu, setelah kedua mempelai direstui di dalam PETANEN, maka selanjutnya menembus SEKETENG (antara dalem dan pendopo) kemudian memperlihatkan diri di dalam PENDOPO menghadap masyarakat dan mengajak masyarakat bersuka ria.

Gambar 2 - Ruang Dalam Masjid Agung Yogyakarta

6.2
Pada perayaan wayang kulit, layar putih dan wayang-wayangnya di letakkan di SEKETENG. Para tamu agung dan anggota keluarga duduk di sisi DALEM menghadap ke layar putih tersebut. Pihak dalang dan pemain gamelan serta rakyat ada di area PENDOPO atau luar. Maka bagian DALEM (diluar kamar) di sebut juga PRINGGITAN (tempat melihat ringgit/ wayang yang berupa bayangan)

Dengan sangat jelas tata arsitektur rumah Jawa sangatlah tinggi dan dalam nilai budayanya. Terdapat dua area DALAM dan LUAR yang sangat jelas pengartiannya yaitu keintiman keluarga dan keterbukaan bermasyarakat. Sehingga terjadi keseimbangan antara hubungan antara daerah sakral dengan daerah umum.


6.3
Gambar 3 - Candi Bentar
Dalam tata bangunan di Bali, lebih terlihat hirarki yang semakin MENINGKAT dalam susunan arsitekturnya, pelataran muka, tengah, dalam yang dilindungi oleh pagar batu dan dihubungkan oleh gerbang Candi Bentar (Gambar 3) dan gerbang berbentuk Meru (Gambar 4).

Gambar 3 - Gerbang berbentuk meru
Dilambangkan manusia diajak hidup berbudaya, tidak ngawur tanpa struktur, tetapi bertahap lapis demi lapis, dari rendah ke tinggi. Disinilah manusia oleh arsitektur dididik untuk menghayati ruang serta suasana secara manusia yang mulia dan utuh (Gambar 5).

Gambar 5 - Pagar Bumi
Gambar 5 - Pagar Bumi memang ada demi keamanan. Namun lebih dari itu, pagar bumi mengekspresikan juga citarasa kebudayaan tata ruang, tata suasana. Inti berarsitektur adalah menciptakan suasana.


6.4
Dalam hubungan di atas ada kekhususan bersama yang dimiliki oleh bangsa-bangsa di dunia mengenai teknik pembangunan rumah atau bangunan lain. Sistem dasarnya adalah rumah panggung atau rumah kolong (Gambar 6). Hal tersebut merupakan adaptasi dari lingkungan yang penuh dengan binatang buas.

Gambar 6 - Rumah Panggung
Konsep rumah panggung adalah penyelesaian masalah yang berkualitas tinggi. Rumah akan lebih sehat karena tidak langsung terkena kelembaban, serangan binatang, dan higienis. Kemudian dari segi fisika bangunan konsep tersebut dapat melindungi bangunan dari kelembaban tropika yang mudah membusukkan bangunan. Selain itu rumah panggung akan terbebas dari banjir dan lebih tahan terhadap gempa bumi.

Gambar 7 - Rumah Tradisional Jepang. Citra Kesatuan dalam
danalam luar, keluasan, kemerdekaan, kebudayaan meng-
atasi alam tapi selaras dengannya.
Dalam rumah panggung mengungkapkan mental dasar manusia yang merasa di atas dan mengatasi alam. Di dalam rumah panggung terdapat manusia yang tidak hanya mau menyentuh tanah (duniawi)saja melainkan menjumpai harga diri yang benar-benar harafiah maupun kiasa meng-ATASI alam, raja terhadap nasib alami (Gambar 7 dan 8).

Gambar 8a - Rumah tinggal di Bear Run (1936-1937) ciptaan Frank Lloyd Wright.
Penghayatan modern dari prinsip penikmatan penggung mengatasi alam
dan sekaligus melaraskan diri dengannya.

Gambar 8b - Perpustakaan Beinecke untuk naskah-naskah dan buku-buku kuno. Universitas Yale, New Haven, USA. Arsitek Skidmore, O wings & Merril, New York, Kubus dengan dinding-dinding pelat dobel dari pualam tipis, sehingga sinar matahari masih menembus dan menerangi ruang perpustakaan dengan cahaya buram dan pada malam hari seluruh gedung bercahaya bagaikan api unggun geometrik.

Gambar 9a - Rumah Panggung Kalimantan. Tembus Pandang di bawah panggung.
Gambar 9b - Kedutaab besar USA di Accra - Ghana yang tembus pandang di lantai bawah. Kerangka beton bertulang, tetapi sebagian besar mengambil bahan kayu, satu-satunya bahan yang seratus persen dalam negeri. Selain sehat dan berkesan luas, agung, sistem ini dipilih demi pengamanan melawan rayap-rayap yang berbahaya.
Gambar 10 - Rumah Panggung Desa Naga terlihat rapi, bersih dan sehat.
Gambar 11 - Rumah Tradisional Batak. Terlihat keserasian antara rumah-rumah sebagai wilayah intim keluarga dengan pelataran kampung sebagai ruang saling berkomunikasi.

6.6
Kehidupan masyarakat kita saat ini sangat didominasi oleh kebudayaan barat, dalam bidang Arsitektur pun juga dimasuki oleh budaya barat. Kita bisa saja ikut hanyat dalam arus budaya barat, alangkah baiknya dalam berarsitektur kita harus menyaring hal-hal baru yang datang. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari budaya barat tentang metode-metodenya. Namun kita juga harus belajar dan mempertahankan kebudayaan bangsa Indonesia yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita, yang dampaknya sampai hari ini masih terasa yaitu harta Wastuwidya dari India.

Gambar 12 - Lumbung Padi masyarakat Batak ini bisa menjadi suatu bahan inspirasi bagus bagi para arsitek kita. Walaupun bangunan sangat sederhana, tetapi di sini terpadi hasil naluri arsitektural yang sangat bermutu tinggi, kewajaran bentuk serta pemakaian bahan, kesatuan antara guna dan citra.
Gambar 13 - Masjid Al'Kautsar Kampus Lembaga Pendidikan di Kemang, Jakarta Selatan (arsitek Ir. Zaenuddin Kartadiwira, M.Arch) Citra rumah panggung tradisional dalam wujud modern yang bagus pengolahannya.

- aga yuditra -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik.